Banjir Lumpur Panas Sidoarjo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 27 Mei 2006. Semburan lumpur panas
selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman,
pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta
mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Lokasi semburan lumpur ini berada di
Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km
sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol
(Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Lokasi semburan hanya berjarak 150-500
meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas
milik Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga
saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas
pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo
Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur
berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua,
semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu
yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian
itu adalah akibat pemboran.
Lokasi tersebut merupakan kawasan
pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa
Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan
raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur),
serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan
Surabaya-Banyuwangi,Indonesia
PENYEBAB:
Ada
yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat
lokasi itu.
Lapindo
Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006. Pada
awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter)
untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping).
Diperkirakan
bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Padahal mereka membor di zona
Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan
memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi
Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing
lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure
(bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out)
tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah
kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira
target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi
Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).
Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang
(masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss
sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat
dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos
ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit
sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan,
perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera
dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan
mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan
tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole
dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman
tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan
banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke
permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui
lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi
akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami
tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai
tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
DAMPAK:
- Lumpur menggenangi duabelas
desa di tiga kecamatan.
- Lahan dan ternak yang tercatat
terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas
25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas
172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki
Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2
sapi dan 7 ekor kijang.
- Sekitar 30 pabrik yang
tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan
tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur
ini.
- Empat kantor pemerintah juga
tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
- Tidak berfungsinya sarana
pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan
prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
- Rumah/tempat tinggal yang rusak
akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.
- Kerusakan lingkungan terhadap
wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan
- Akibat amblesnya permukaan
tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah.
- Meledaknya pipa gas milik Pertamina.
- Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol
hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di
jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur
Waru-tol-Porong.
- Tak kurang 600 hektar lahan
terendam.
- Sebuah SUTET milik PT PLN
dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan
di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
- Penutupan ruas jalan tol ini
juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan
Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa.
·
Ini
berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto)
dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah
satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar