Kamis, 31 Oktober 2013

Dunia oportunis para pencari pengalaman

Kadang kala ada stigma sejak zaman dahulu kala, mahasiswa yang baik ialah mereka yang tidak hanya kuliah pulang kuliah pulang, melainkan mereka yang kuliah dan aktif di suatu atau bahkan banyak organisasi. 


Sudah menjadi sebuah doktrin, hidup ialah mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Sampai pernah menjadi suatu kebanggaan, ketika terdapat formulir dengan list yang berbau "pengalaman", kebanggaan naluriah seseorang pun muncul ketika mereka dengan gagahnya menulis rentetan pengalaman di list tersebut. Alhasil, banyak dari "mereka" yang haus akan rentetan pengalaman tersebut langsung menceburkan diri ke banyak organisasi sekaligus, termasuk aku salah satunya.

Banyak kasus telah tercatat, ada mereka yang di awal ketika menjadi maba (red: mahasiswa baru) langsung mendaftar sana-sini untuk sebatas mencari pengalaman. Sekilas tak ada yang salah memang, ketika hidup harus mencoba dan menggali sebanyak-banyaknya pengalaman. Namun apakah tidak sebaiknya kita harus memilih terlebih dulu? Ya, mungkin ini turut menjadi pertanyaan untukku sendiri, pertanyaan yang harus dijawab segera setidaknya hingga desember, bulan transisi dan peralihan struktur baru organisasi, atau bulan pilihan dimana perjalanan ini akan dilanjutkan.

Banyak pula kasus yang mencatat, ada mereka yang sudah ikut suatu organisasi lalu ikut pula organisasi lain, lalu keluar, lalu membentuk sebuah organisasi, lalu keluar, lalu ikut lagi. Yap jawaban yang sama yaitu mencari pengalaman ketika mereka ditanya apa alasannya. Tak perlu dikomentari, mereka yang oportunis akan pengalaman kelak akan pandai menjawab ketika babak wawancara suatu proses pencarian pekerja, dan itu juga tidak salah, hanya tak etis saja kelihatannya, itu menurutku.

Serta tak sedikit kasus yang mencatat, ada mereka yang hanya ikut satu organisasi dengan berbagai alasan, fokus salah satunya. Untuk kasus ini, ada dua kemungkinan, mereka yang tak kuat lalu keluar dan kembali dengan fokus kuliah, bahkan lebih ekstrem lagi ada dari mereka yang kembali ke dunia hedonitas dan paham apatisme. Dan kemungkinan yang paling mulia yaitu mereka bertahan dan menjadi orang yang loyal dan memiliki "rasa memiliki".

Andaikata dulu sadar di awal, ketika harus memilih dan menentukan suatu jalan yang akan dipilih. Tentu saja aku akan memilih kalimat terakhir di paragraf sebelum ini, suatu hal yang mulia pastinya. Serta pada akhirnya ketika skenario itu berjalan, aku akan dengan lantang memekikkan kata-kata yang terus saja hadir berulang kali......

"Apa yang engkau cari para pencari pengalaman?" "Apakah engkau sebegitu oportunisnya dan lantas meninggalkan rekan-rekanmu yang ikhlas mengabdi dan seratus persen dengan organisasi mereka sekarang?"

Memang bagus ketika menjadi seorang yang aktif, namun lebih bagus lagi ketika mau fokus mengabdi. Memang bagus pula sewaktu engkau kesana kemari untuk dirimu sendiri, memperkaya wawasan dan benar bahwa engkau yang berhak menentukan kemana arah kakimu untuk berjalan, namun apakah hidup hanya untuk dirimu sendiri? Terdengar sosialis memang, memilih hidup untuk orang lain. Namun inilah yang akhirnya terus hinggap di otakku, mungkin saja ini yang disebut pemikiran orang kiri, orang sosialis dan berpandangan marxisme namun dengan skala tidak mengenal nama komunis dalam kamus kehidupan.

Lebih lanjut membahas skenario lumrah yang sering terjadi, pada akhirnya banyak mahasiswa oportunis ini tiba-tiba pergi meninggalkan mereka yang fokus dan loyal ini, mereka seenaknya pergi setelah berhasil mendapat pengalaman dari sini. Menjijikkan. Bagai seekor drakula yang menghisap darah dan pergi begitu saja. Kembali lagi ke kalimat di tengah paragraf sebelum ini, apakah hidup hanya untukmu sendiri?

Kini saya sampai dimana sebuah keputusan yang memang harus diambil segera. Kondisinya aku masih dijuluki mahasiswa oportunis, dan jangan sampai ini terjadi kembali di 2 bulan setelah ini. Beberapa hari lalu sempat berpikir, ketika membandingkan organisasi satu dan organisasi lain. Ternyata alangkah indahnya, berjalan bersama orang-orang yang fokus dalam satu tujuan, baik fokus diri atau fokus organisasi, memang ada beberapa orang yang mampu membagi fokus, iya membagi fokus bukan menambah fokus.

Ada pula, organisasi yang orangnya multi organisasi, mereka yang disini entah mencari pengalaman saja atau mem"plot"ing organisasi ini sebagai organisasi sambilan atau organisasi paruh waktu, bahkan pernah suatu waktu rapat belum mulai saja, malah tanya "ini selesai jam berapa, cepat ada agenda di tempat lain", sangat tidak mengenakkan tentunya bagi mereka yang rela bertahan, mungkin aku juga pernah menjadi korban dan membuat orang terkorbankan dengan kondisi ini.

Serta organisasi satu lagi, sepi memang, hanya beberapa yang terlihat menikmati, yap bisa diamini karena organisasi ini menaungi mahasiswa-mahasiswa yang terbilang "berbeda" dari kulturnya, namun secara pribadi saya sangat suka disini, karena senang ketika mereka sebenarnya memiliki fokus yang sama. 

Akhirnya, ini sampai pada sebuah kondisi yang tidak mengenakkan, harus membuang salah satu bahkan lebih ekstrem membuang dua keluarga yang telah ada. Mungkin saja, bila salah satu masih tidak berubah dan tetap menjadi sarang para mahasiswa pencari pengalaman yang terlalu oportunis ini, bisa saja saya menarik diri. Karena percuma bekerja dengan mereka yang enggan meninggalkan segala ke"oportunis"annya untuk hanya mengabdi pada satu bendera. Berbicara tentang bendera, kelihatannya untuk kasus ini saya agak sepakat dengan teman-teman anti bendera, patut diakui dan bahkan bakal membelot mendukung mereka. Namun, ini tak ada hubungannya dengan itu, ini hanya ada hubungan dengan sebuah realita dunia saat ini.

Dunia oportunis para pencari pengalaman .........



Tidak ada komentar:

Posting Komentar